Kamis, 30 Juli 2009

Lima Belas Tahun Tanpa "Kesadaran"

Setiap manusia harus menghabiskan sebagian waktu hariannya untuk tidur. Tidak peduli seberapa banyaknya pekerjaan yang ia miliki atau hindari, ia tetap akan jatuh tertidur dan berada di tempat tidur untuk sedikitnya seperempat hari. Karenanya, manusia sadar hanya delapan belas jam sehari; ia menghabiskan sisa waktunya minimal rata-rata 6 jam per hari dalam ketidaksadaran total. Jika dinilai dari sisi ini, kita menjumpai gambaran yang mengejutkan: ¼ dari rata-rata 60 tahun kehidupan dihabiskan dalam ketidaksadaran total. 

Apakah kita memiliki alternatif selain tidur? Apa yang akan terjadi pada seseorang yang berkata, "Saya tidak ingin tidur?" 

Pertama, matanya akan menjadi merah dan warna kulitnya memucat. Jika jangka waktu tidak tidurnya bertambah, ia akan kehilangan kesadaran. 

Menutup mata dan ketidakmampuan untuk memfokuskan perhatian adalah fase awal tertidur. Ini adalah proses yang tidak dapat dielakkan, baik cantik atau jelek, kaya atau miskin, setiap orang mengalami proses yang sama. 

Mirip dengan kematian, tepat sebelum tertidur seseorang mulai tidak sensitif terhadap dunia luar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan apa pun. Indra yang sebelumnya amat tajam mulai tidak dapat bekerja. Sementara itu, daya persepsi berubah. Tubuh mengurangi seluruh fungsinya menjadi minimum, membawa kepada disorientasi ruang dan waktu serta pergerakan tubuh yang lebih lambat. Keadaan ini, pada satu hal, merupakan bentuk lain kematian, yang didefinisikan sebagai keadaan di mana jiwa meninggalkan tubuh. Memang, saat tidur tubuh berbaring di ranjang sementara ruh mengalami hidup yang sangat berbeda di tempat yang sangat berbeda. Dalam mimpi, seseorang mungkin merasa berada di pantai pada suatu hari yang terik di musim panas, tanpa menyadari bahwa ia tengah terlelap di tempat tidur. Kematian pun memiliki tampilan luar yang serupa: ia memisahkan jiwa dari tubuh yang digunakannya di dunia dan membawanya ke dunia yang lain dalam tubuh yang baru. Untuk ini Allah berulangkali mengingatkan kita dalam Al Quran, satu-satunya wahyu sejati yang tersisa dan menuntun manusia ke jalan yang benar — akan kesamaan tidur dengan kematian.

Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur yang telah ditentukan, kemudian kepada Allahlah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (QS. Al An'aam, 6: 60) 

Allah memegang jiwa ketika matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az-Zumar, 39: 42)

Karena kehilangan total seluruh fungsi indra, dengan kata lain, "dalam ketidaksadaran sebenarnya", seorang manusia menghabiskan hingga 1/3 hidupnya dalam tidur. Namun, ia sedikit sekali merenungkan fakta ini, tidak pernah menyadari bahwa ia meninggalkan segala yang dianggap penting di dunia ini. Ujian yang penting, banyaknya uang yang hilang dalam perdagangan saham atau permasalahan pribadi, singkatnya segala yang tampak penting sehari-hari menghilang begitu seseorang tertidur. Singkatnya, hal ini berarti kehilangan hubungan sepenuhnya dengan dunia. 

Seluruh contoh yang telah ditampilkan sejauh ini memberikan pemikiran yang jelas tentang pendeknya hidup dan sejumlah besar waktu yang dihabiskan untuk tugas "wajib" yang rutin. Ketika waktu yang digunakan untuk tugas "wajib" tersebut dikurangi, seseorang akan menyadari betapa singkatnya waktu yang tersisa untuk apa yang disebut kesenangan hidup. Dalam perenungan ulang, seseorang akan terkejut dengan panjangnya waktu yang dihabiskan untuk makan, merawat tubuh, tidur, atau bekerja untuk mendapat standar hidup yang lebih baik. 

Tidak diragukan lagi, perhitungan waktu yang dihabiskan untuk tugas rutin yang penting untuk hidup patut dipikirkan. Seperti dinyatakan sebelumnya, setidaknya 15-20 tahun dari 60 waktu hidup dihabiskan untuk tidur. Awal 5-10 tahun dari 40-45 tahun sisanya, dihabiskan dalam masa kanak-kanak, masa yang juga dilewati dalam keadaan yang hampir tidak sadar. Dengan kata lain, seorang berusia 60 tahun sudah menghabiskan sekitar separuh hidupnya tanpa kesadaran. Mengenai separuh hidup-nya yang lain, tersedia banyak statistik. Angka-angka ini misalnya, termasuk waktu yang digunakan untuk menyiapkan makanan, makan, mandi atau terjebak kemacetan. Daftar ini dapat diperpanjang lebih jauh. Kesimpulannya, yang tersisa dari sebuah hidup yang "panjang" hanyalah 3-5 tahun. Apa nilai penting hidup yang pendek tersebut dibandingkan dengan yang abadi? 

Tepat pada poin inilah terdapat jurang besar menganga antara mereka yang beriman dengan yang tidak beriman. Orang-orang yang tidak beriman, yang percaya bahwa hidup hanya ada di dunia, berjuang memanfaatkannya sebaik-baiknya. Namun ini adalah usaha yang tidak berguna: dunia ini pendek dan hidupnya dikelilingi dengan "kelemahan". Lebih lanjut, karena orang-orang yang tidak beriman tidak memercayai Allah, ia hidup dalam kehidupan yang penuh kesukaran, penuh dengan permasalahan dan ketakutan. 

Mereka yang memiliki iman, di sisi lain, melalui hidup mereka dengan mengingat Allah dan keberadaan-Nya pada setiap saat, sepanjang seluruh pekerjaan sepele dan memberatkan saat merawat tubuh, makan, minum, berdiri, duduk, berbaring, dan mencari penghidupan, dan lain-lain. Mereka menghabiskan hidup hanya untuk mencapai ridha Allah dan menjalani kehidupan yang damai, benar-benar terpisah dari seluruh kesedihan dan ketakutan duniawi. Kesimpulannya, mereka mencapai surga, sebuah tempat kebahagiaan abadi. Sama halnya, tujuan pokok hidup dinyatakan dalam ayat berikut:

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)

Rabu, 18 Februari 2009

Bersedekah Itu Adalah Pancingan



Kita banyak berjanji atau bernazar,
" Ah kalau saya di promosi jadi Maneger, saya akan memberi makan anak yatim ".
" Ah kalau gaji saya bisa naik sampai 40% tahun ini, saya akan membelikan pembantu saya baju"

" Ah kalau bisnis saya lancar dan mencapai target, saya akan potong 2 kambing dan dibagikan kepada fakir miskin ".
" Ah kalau saya dapat jodoh tahun ini, saya akan menyumbang masjid Rp. 5 jt " .
" Ah kalau saya bisa punya anak dan hamil, saya akan membiayai keluarga saya yang tidak mampu " .

" Ah kalau hutang-hutang saya lunas, saya akan mengambil anak asuh "
" Ah kalau saya sembuh dari sakit, saya akan membiayai orang sakit yang tidak mampu "

Semua pernyataan, atau janji-janji di atas tidak salah.
Tapi, bagaimana jika semua itu tidak terjadi ? Karena semuanya Allah yang berkehendak dan menentukan.
Jika semua tidak terjadi artinya kita tidak jadi memberi makan anak yatim?

Tidak jadi membelikan baju pembantu kita?
Tidak jadi potong 2 kambing dan dibagikan kepada fakir miskin?
Tidak jadi menyumbang masjid Rp. 5 jt ?
Tidak jadi membiayai keluarga yang tidak mampu?
Tidak jadi mengambil anak asuh?
Atau tidak jadi membiayai orang sakit yang tidak mampu?

Dear friends ,
Bersedekah itu adalah pancingan.
Ketika kita menginginkan kehadiran anak, pancing dengan sedekah
Ketika seseorang ingin mendapat jodoh, pancing dengan sedekah
Ketika ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik, pancing dengan sedekah

Ketika seseorang ingin pekerjaan, pancing dengan sedekah
Ketika ingin usahanya tambah maju, pancing dengan sedekah
Ingin beli rumah dan bisa lepas dari rumah kontrakan, pancing dengan sedekah
Ketika orang ingin dilepaskan kesulitannya, pancing dengan sedekah

Bersedekah mempercepat datangnya bantuan Allah. Jangan sayang-sayang dalam bersedekah, utamanya bila ingin cepat dibantu Allah.
Maka, ketika kita mau bersedekah, mau mengorbankan harta kita, di
saat tidak punya, di saat kita menderita, nilainya sangat luar biasa di sisi Allah.

Dan inilah kunci pembuka rezeki yang sebenarnya. Allah Maha Melihat,
pengorbanan kita akan dilihat Allah dan Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, jangan takut harta kita habis karena bersedekah.

Ada 4 fadilah sedekah :
1. Mengundang datangnya rezeki
2. Menyembuhkan penyakit
3. Menghilangkan kesulitan
4. Memperpanjang umur

Jadi alangkah baiknya jika ...
Sebelum menjadi Manager, kita memberi makan anak yatim, kemudian setelah menjadi Manager, kita memberi makan anak yatim lagi
Sebelum gaji naik 30%, kita menafkahkan pembantu kita, setelah gaji naik kita belikan baju lagi
Sebelum bisinis lancar dan mencapai target, kita potong 2 kambing dan dibagikan kepada fakir miskin, setalah bisnis lancar, kita potong 4 kambing

Sebelum dapat jodoh tahun ini, kita sumbang mesjid Rp. 5 jt, setelah dapet jodoh sumbang masjid lagi Rp. 10 juta
Sebelum bisa punya anak, kita biayai keluarga dekat yang tidak mampu, setelah punya anak, kita biayai lagi keluarga dekat yang tidak mampu
Sebelum hutang-hutang lunas, jual HP kita, jual TV kita atau apapun harta yang kita cintai, uangnya untuk mengambil anak asuh, setelah
hutang-hutang lunas, ambil lagi anak asuh.

Sebelum sembuh dari sakit, kita biayai orang sakit yang tidak mampu, setelah sembuh dari sakit biayai lagi orang sakit yang tidak mampu.

By : Ustad Yusuf Mansur